Hendris Wongso, S.Si
Berprofesi sebagai penulis dan peneliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional-PTNBR Bandung
Ketersedian energi dunia dari tahun
ke tahun terus menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, terutama
sumber energi yang bersifat tak terbarukan yaitu bahan bakar fosil.
Semakin menipisnya ketersedian energi fosil yang memasok sekitar 87,7%
dari total kebutuhan energi dunia disebabkan oleh konsumsinya yang terus
meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk dunia.
Kondisi ini diprediksi akan menimbulkan krisis energi global pada masa
mendatang karena tidak adanya keberimbangan antara cadangan energi fosil
dengan jumlah penduduk yang ada. Akibatnya lonjakan harga minyak dunia
menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. BP Statistical Review of World Energy (2011)
memperkirakan bahwa jumlah energi fosil dari seluruh dunia hanya akan
cukup digunakan sampai tahun 2050. Hal ini juga diperparah oleh dampak
penggunaan energi fosil yang semakin terasa, terutama dalam menginduksi
terjadinya peningkatan pemanasan global yang berakibat pada perubahan
iklim yang mendunia. Melihat kenyataan ini, perlulah ada suatu gebrakan
diversifikasi energi guna mencukupi kebutuhan energi penduduk dunia
sekaligus menjadi solusi pengembangan energi yang berwawasan lingkungan.
PLTN Sebagai Solusi
Bila bicara mengenai diversifikasi
energi maka akan ada banyak opsi untuk mewujudkan hal tersebut seperti
penggunaan sumber energi dari panas bumi, batu bara, tenaga air (hidro),
biomassa, solar cell, tenaga ombak, dan tenaga angin. Namun
pertanyaannya saat ini, sumber energi apakah yang cocok dikembangkan
oleh penduduk dunia khususnya di Indonesia? Melihat dari segi
kelayakannya, beberapa sumber energi yang manjadi opsi tersebut masih
belum menunjukkan prospek yang cerah jika dinilai dari berbagai faktor
antara lain ekonomi, kondisi geografis, dan teknologi. Ketersediaan
energi panas bumi dan batu bara juga tidak akan bertahan lama karena
keduanya merupakan sumber energi tak terbarukan yang suatu saat akan
habis. Untuk sumber energi alternatif lainnya seperti tenaga air
(hidro), biomassa, solar cell, tenaga ombak, dan tenaga angin masih sulit dikembangkan secara optimal karena memerlukan teknologi yang cukup mahal.
Salah satu sumber energi yang memiliki
prospek cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia adalah PLTN
(Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Hal ini didasarkan dengan banyak
pertimbangan, yaitu energi nuklir lebih murah, dayanya sangat tinggi,
ketersedian sumber bahan baku uranium dan plutonium cukup besar, dan
berwawasan lingkungan. Jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya
melalui kesetaraan energi, ternyata energi nuklir jauh lebih murah.
Untuk satu pellet bahan bakar uranium akan dihasilkan energi yang setara
dengan tiga barel bahan bakar minyak atau satu ton bahan bakar batubara
atau 5.181m3 bahan bakar gas alam. Apabila dikonversikan ke
nilai uang, angka-angka perbandingan tersebut akan memberikan fakta
bahwa energi nuklir sangatlah ekonomis.
Selain ekonomis, energi nuklir juga sangat ramah lingkungan karena tidak menghasilkan gas CO2
dan hujan asam yang biasanya dihasilkan oleh emisi bahan bakar fosil.
Hanya saja satu hal yang perlu diperhatikan adalah pembangunan sebuah
instalasi PLTN akan menimbulkan limbah radioaktif. Namun, limbah
tersebut dapat dengan mudah dikendalikan sehingga tidak sampai mencemari
lingkungan. Kondisi geografis Indonesia juga sangat mendukung untuk
didirikannya PLTN khususnya pada daerah yang tidak dilalui oleh Ring of Fire
(jalur gempa) seperti pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Irian. Hal ini
menjadi pertimbangan yang cukup penting dalam rencana pendirian PLTN
karena bencana gempa dapat saja menimbulkan dampak yang fatal pada
sebuah PLTN.
Lebih lanjut, PLTN juga mampu memacu
semangat modernisasi suatu masyarakat yang menjadi bukti tingkat
peradaban sebuah bangsa. Tak dapat dipungkiri, proyek pembangunan PLTN
akan dipenuhi dengan multidisplin ilmu dan teknologi yang modern. Hal
ini dapat menjadi sebuah nilai tambah bagi Indonesia apabila sukses
membangun PLTN karena penguasaan sebuah teknologi yang modern pasti
berandil pada kebesaran peradaban sebuah bangsa.
Persepsi Masyarakat
Mungkin banyak dari kita saat ini yang
masih paranoid bila mendengar kata “nuklir” dan hal tersebut cukup
beralasan mengingat dampak negatif yang pernah ditimbulkan oleh nuklir,
sebut saja peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, kecelakaan
nuklir Chernobyl, hingga yang terbaru adalah kecelakaan nuklir
Fukushima. Namun, daftar peristiwa tersebut hanyalah segelintir dampak
negatif yang terjadi dan masih sangat kecil bila dibandingkan dengan
manfaatnya selama ini.
Sebagai contoh, di Jepang energi nuklir
di tahun 2010 memasok 30% dari total kebutuhan energi penduduknya dan
pada kecelakaan Fukushima sama sekali tidak ada korban jiwa akibat
radiasi nuklir, yang ada hanyalah korban gempa dan tsunami. Belum lagi
bila dibandingkan dengan bahan bakar lainnya seperti batu bara, energi
nuklir justru menimbulkan resiko kematian yang lebih rendah. Data WHO
(2007), menyebutkan bahwa batu bara dapat mengeluarkan bahan radioaktif
yang 100 kali lebih besar dibanding dengan yang dihasilkan nuklir untuk
menghasilkan jumlah energi yang sama.
Asalkan dikelola dengan baik, mulai dari
aspek keselamatan hingga keamanan maka energi nuklir akan memberikan
dampak yang besar bagi penduduk terutama dalam menjawab tantangan energi
saat ini dan di masa yang akan datang. Namun, proses pembangunan sebuah
PLTN tidaklah semulus seperti yang diperkirakan, perlu studi yang
panjang untuk mewujudkannya. Ini adalah sebuah bukti bahwa pemerintah
seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang tidak main-main dalam hal
ini. Dengan demikian tidak ada alasan untuk kita bersikap paranoid dan
fanatik terhadap energi nuklir apabila ada jaminan keselamatan yang
layak.
Perlu Persiapan yang Matang
Untuk membangun PLTN diperlukan waktu
yang cukup lama, tidak instan. Berbagai tahapan harus dilalui yang
meliputi penyusunan perencanaan, pembuatan studi kelayakan, jajak
pendapat penerimaan masyarakat, pembiayaan proyek, persiapan sarana dan
tenaga kerja, dan terakhir penyusunan kontrak antar pihak-pihak terkait.
Tahapan ini dilakukan dengan tujuan utama untuk menjamin keselamatan
masyarakat. Bertolak dari hal tersebut, maka masyarakat tidak hanya
menjadi objek kebijakan dalam usaha pembangunan PLTN tetapi juga ikut
andil dalam perumusan kebijakan yang akan diambil.
Ketersedian infrastruktur nuklir yang
dimulai dari penyiapan SDM, penelitian dan pengembangan, penyiapan
kelembagaan, manajemen keselamatan, proteksi pekerja dan lingkungan
menjadi kunci kesiapan pembangunan PLTN. Kesiapan infrastruktur tersebut
tidak akan terlepas dari penguasaan teknologi yang mumpuni. Oleh sebab
itu, dalam rangka mewujudkan kesiapan tersebut sangat diperlukan sinergi
berbagai pihak baik itu pemerintah, swasta, maupun akademisi. Adanya
sinergi yang berkesinambungan dalam upaya-upaya nyata untuk meyakinkan
masyarakat menjadi suatu hal yang patut diupayakan. Lalu, dari semua
jabaran di atas mungkinkah PLTN dapat terwujud dan menjadi raja energi
di masa depan?Atau hanya berakhir pada sebatas wacana yang menyita daya
dan dana? Semoga di masa depan Indonesia mampu membangun PLTN yang
menjadi karya nyata produk inovasi menuju kemandirian bangsa sehingga
dapat terlepas dari krisis energi yang sedang dan akan melanda. Semoga.
Komentar